Saturday, August 23, 2014

Seri Sok Matematika : Lingkaran dalam Lingkaran :D

Waktu saya masih SD dulu, ada sebuah mainan yang cukup populer, melibatkan penggaris berlubang dan roda gigi. Namanya adalah spirograf, dan fotonya bisa dilihat di bawah ini.
[img] Spirograf
Penampakan sebuah spirograf. Ada yang ingat?
(image credit: Wikimedia Commons)
Adapun cara mainnya cukup sederhana. Ujung pensil dimasukkan ke roda gigi, lalu roda gigi diputar-putar mengikuti bentuk lingkaran. Torehan pensil menggambarkan pola pergerakan di atas kertas. Dari situ terbentuk pola ornamen yang rumit.
[img] Pola spirograf
Contoh pola yang dihasilkan spirograf
(image credit: Wikimedia Commons)
Nah, proses kerja spirograf itu mempunyai padanan di dunia matematika. Sebuah lingkaran berputar dalam lingkaran, maka dia menghasilkan pola baru yang menarik. Pola itu kemudian diwujudkan berbentuk grafik.
Menariknya, semua berawal dari peristiwa yang umum: sebuah lingkaran menggelinding di garis lurus.



Dari Mana Datangnya Pola? Berkenalan dengan Cycloid

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melihat benda bergerak menggelinding. Misalnya ban mobil di jalan raya, bola sepak di lapangan, atau lain sebagainya. Di dunia matematika gerak menggelinding ini punya bahasan tersendiri. Dia dapat dianalisis menggunakan cycloid — secara kasar bisa diindonesiakan menjadi “jejak gelinding”.
Ilustrasinya seperti di bawah ini.
[img] cycloid
Animasi penggambaran cycloid
(image credit: Wikimedia Commons)
Dalam animasi di atas, garis merah menandai pergerakan titik di tepi lingkaran. Mirip dengan pentil ban mobil yang sedang berjalan — secara posisi dia berotasi sekaligus bergerak lurus. Oleh karena itu pola yang terbentuk merupakan “persilangan” di antara keduanya. Dibilang lurus, ya lurus; tapi dibilang berputar juga iya. :P
Nah, sekarang kita melangkah lebih jauh.
Dalam animasi kita lihat lingkaran menggelinding di garis lurus. Sekarang ada ide bagus: bagaimana kalau garis lurus itu kita bengkokkan jadi lingkaran? Jadi menggelindingnya bukan lagi di garis lurus — lingkarannya akan menggelinding di dalam lingkaran!! :D
Misalnya kita mempunyai lingkaran berjari-jari 1 meter, menggelinding di lintasan lurus sepanjang (kira-kira) 18 meter. Lintasan lurus itu lalu kita bengkokkan sehingga jadi lingkaran; hasilnya akan mirip animasi di bawah ini.
[img] deltoid
AAAAHHHHHH!!!!
(image credit: Wikimedia Commons)

Hypocycloid: Lingkaran dalam Lingkaran

Ilustrasi terakhir di atas menggambarkan sebuah hypocycloid, yaitu cycloid (“jejak gelinding”) yang terjadi dalam lingkaran. Nama itu datang dari bahasa Yunani hypo (“di bawah”/”dalam pengaruh”) + cycloid.
Dengan demikian, hypocycloid berarti cycloid yang terjadi dalam lingkaran. Sekarang kita akan membahas lebih jauh tentang hypocycloid.
Sebagaimana dapat diamati, sebuah sistem hypocycloid mempunyai lingkaran dalam lingkaran. Lingkaran yang besar kita sebut berjari-jari R. Sementara yang lebih kecil kita sebut berjari-jari r.
Perbedaan nilai R dan r ini akan menentukan bentuk pola yang muncul. Dalam animasi kita sudah melihat sebuah hypocycloid berkelopak tiga. Menjadi seperti itu karena nilai jejari R 3x lebih besar daripada r.
Panjang lintasan = 3x panjang gelindingan lingkaran. Oleh karena itu terbentuk cycloid dengan tiga “bukit”. Adapun karena lintasannya melingkar — maka cycloid jadi ikut berbentuk melingkar.
Lalu, bagaimana kalau nilai perbandingan R/r berubah? Simpel: jumlah kelopaknya juga ikut berubah! :D
Misalnya untuk rasio R/r = 4, animasinya akan menjadi:
[img] hypocycloid k=4
Animasi hypocycloid untuk R/r = 4
(image credit: Wikimedia Commons)
Adapun untuk bilangan bulat lain, pola-polanya akan seperti di bawah ini.
[img] hypocycloids
Pola hypocycloid untuk berbagai nilai R/r
(image adapted from Wikimedia Commons)
Rasio antara R/r ini selanjutnya kita sebut k. Secara rumus dapat ditulis,
\dfrac{R}{r} = k

Bagaimana jika k = pecahan? Pola Tumpang-tindih
 
Sejauh ini kita sudah melihat hypocycloid untuk nilai k bilangan bulat. Jumlah kelopak yang terbentuk ternyata sama dengan k.
  • Apabila k = 3, maka jumlah kelopak = 3
  • Apabila k = 4, maka jumlah kelopak = 4
  • …dan seterusnya

Nah tapi ada pertanyaan. Bagaimana jika k bernilai pecahan?
Jawabannya… akan kita lihat di bawah ini. :?:
Kita ambil contoh nilai k = 4,5. Tidak mungkin ada jumlah kelopak sebesar 4,5 — kan begitu? Oleh karena itu harus diproses lebih dahulu.
Apabila rasio k tidak bulat, maka harus dibuat menjadi bentuk pecahan sederhana. Dalam contoh kita terdapat k = R/r = 4,5. Maka kita modifikasi…
\dfrac{R}{r} = 4,5
R = 4,5 r
2R = 9r
\dfrac{R}{r} = \dfrac{9}{2}

Pecahan 9/2 di atas adalah bentuk paling sederhana. Selanjutnya dapat kita tulis R:r = 9:2.
Nah, pecahan ini mengakibatkan berubahnya proses menggambar. Prosesnya akan kita lihat bersama sebagai berikut.
Sebuah hypocycloid memiliki perbandingan R:r = 9:2
Oleh karena itu, lingkaran kecil dapat menggelinding 9 kali dalam 2 putaran, menciptakan 9 buah kelopak dalam 2 putaran.

[img] cycloid
Ingat proses dasarnya: setiap lingkaran menggelinding 1x, menciptakan 1 kelopak

Dalam 2 putaran terjadi 9 kali gelinding = tercipta 9 kelopak.
Akan tetapi, karena 9 kali gelinding dilakukan dua putaran, kurvanya jadi dua kali lebih panjang. Kurva cycloid pada k = 4,5 dua kali lebih panjang daripada jika k = 9. (lihat gambar di bawah)
Oleh karena dia harus membentuk 9 kelopak, tetapi kurvanya jauh lebih panjang, maka terjadi peristiwa unik: persilangan garis lengkung. Pola hypocycloid jadi saling memotong! :shock:

[img] hypocycloids comparison
Perbandingan hypocycloid: satu kali putar vs. dua kali putar.
(image adapted from Wikimedia Commons)
Di sini terlihat bahwa pada nilai pecahan k tertentu, akan terbentuk persilangan garis lengkung, menghasilkan pola yang rumit. Persilangan garis lengkung itu akan terjadi jika hypocycloid memenuhi syarat berikut:
\dfrac{R}{r} -1 > \dfrac{1}{r}
Pola persilangan akan makin rumit jika melibatkan angka-angka pecahan yang makin besar. Sebagai contoh 18/5, 23/3, dan sebagainya. Di bawah ini saya tampilkan sebagian ilustrasinya.
[img] hypocycloids for rational k
Berbagai hypocycloid untuk nilai k tidak bulat
(image adapted from Wikimedia Commons)
Adapun jika bilangan k bersifat irasional, sebagai contoh √2, maka dia akan menghasilkan pola yang mbulet dan tak-berujung. Tidak akan selesai digambar. Sebab bilangan irasional akan mengakibatnya terjadinya kelopak sejumlah tak-hingga. (Contoh gambarnya dapat dilihat di sini)

Kembali ke Awal: Hubungan Spirograf dengan Hypocycloid

Di awal tulisan saya menyinggung mainan spirograf. Mainan itu bekerja dengan prinsip lingkaran-bergerak-dalam-lingkaran. Sebagaimana sudah dilihat cara kerja itu memiliki padanan di bidang matematika.
Meskipun demikian, spirograf agak unik, sebab jika kita masukkan pensil ke roda gigi, posisi pensilnya tidak tepat di tepi lingkaran. Sedangkan pada hypocycloid kurva mengacu pada titik di tepi lingkaran. Jadi harus ada kompensasi supaya akurat.
Teknik kompensasinya adalah dengan menggeneralisir prinsip hypocycloid menjadi hypotrochoid. Sebuah hypotrochoid dapat menggambar pola dengan jari-jari apapun terserah kita. Di sini bedanya dengan uraian di atas. Nilai jari-jari hypotrochoid tidak perlu mengikuti nilai R, r, atau k. Bahkan kalau jari-jarinya keluar lingkaran pun tak masalah! :P
Meskipun begitu kita tak akan membahas hypotrochoid di sini; saya yakin pembaca juga sudah lelah. Cukuplah jika dicontohkan penerapannya berupa animasi.
[img] hypotrochoid out k = 5/3
Animasi dengan jari-jari besar, k = 5/3
(image credit: Wikimedia Commons)
[img] hypotrochoid in k = 5/3
Animasi dengan jari-jari kecil, k = 5/3.
Yang ini prinsipnya dipakai dalam spirograf.
(image credit: Wikimedia Commons)
Menariknya dengan hypotrochoid, prinsip kerjanya relatif sama dengan hypocycloid. Ada kelopak, ada rasio k, dan bentuknya bisa rumit juga. Sebenarnya memang landasannya sama — yang membedakan cuma jari-jari spesial pilihan kita. Secara topologi sendiri bentuk yang mereka hasilkan serupa.

Penutup

Saya tahu, bahwasanya kalau menulis di blog, kemunculan rumus bisa membuat trauma. Jadi sebisa mungkin sebaiknya dihindari. Meskipun begitu kita di sini membahas matematika jadi… yah, di atas itu ada sedikiiit saja. Mudah-mudahan pembaca tidak keberatan. :P
Meskipun demikian, mudah-mudahan penjelasannya tetap efektif. Sebab namanya matematika banyak sekali contohnya dalam hidup. Hanya saja, karena sering dijelaskan dengan persamaan abstrak, jadinya membuat orang malas. Akhirnya gagasan utamanya terlewat.
Ini bukan berarti rumus tidak penting — rumus itu sangat penting. Akan tetapi, bagaimana mendapat intuisi di balik rumus, itu dia yang lebih penting. Jika sudah terbayang, biasanya orang bakal ngeh di mana menariknya. :D
Saya sendiri bukan orang Matematika, cuma suka mengamati kalau sedang senggang. Adapun penjelasan di atas sangat menyederhanakan dan tidak rigorous — jadi, harap maklum…


——
Referensi:
(buku)
    Lawrence, J.D. (1972). A Catalog of Special Plane Curves. New York: Dover Publications
(online)

No comments:

Post a Comment